Larangan ASN, TNI/Polri Terlibat Politik Praktis

Oleh: Arianto (Pemimpin Redaksi JURNAL Group)

MJI – Pemerintah telah mengeluarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Netralitas Pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam Penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) dan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Penerbitan SKB tersebut bertujuan untuk menjamin terjaganya netralitas ASN yang terdiri dari Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) saat Pemilu dan Pilkada serentak 2024.

SKB diberlakukan bagi ASN di seluruh tingkatan instansi baik di pemerintah pusat dan pemerintah kabupaten, kota, provinsi diseluruh Indonesia.

banner 1100x366

Undang-undang yang mengatur tentang netralitas ASN beserta TNI/POLRI:
(1). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara;
(2). Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu);
(3). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil;
(4). Surat Edaran (SE) Nomor 16 Tahun2022 tentang Netralitas Pegawai Kementerian Keuangan;
(5). Undang-undang Nomor 34 Tahun 2004 Tentang Kedudukan dan Peran TNI dalam Lembaga Pemerintahan Negara;
(6). Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN menyebutkan, bahwa ASN dilarang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik. Selain itu, ASN juga diamanatkan untuk tidak berpihak dari segala bentuk pengaruh manapun dan tidak memihak kepada kepentingan siapapun.

Undang-Undang tersebut mengatur setidaknya 16 hal larangan untuk para ASN dalam pilihan politiknya, sebagai berikut: (1). kampanye melalui media sosial;
(2) menghadiri deklarasi calon;
(3) ikut sebagai panitia atau pelaksana kampanye;
(4) ikut kampanye dengan atribut PNS;
(5) ikut kampanye dengan fasilitas negara;
(6) menghadiri acara partai politik;
(7) menghadiri penyerahan dukungan parpol ke pasangan calon;
(8) mengadakan kegiatan mengarah keberpihakan;
(9) memberikan dukungan ke calon legislatif atau independen kepala daerah dengan memberikan KTP;
(10) mencalonkan diri tanpa mengundurkan diri sebagai ASN; (11) membuat keputusan yang menguntungkan atau merugikan paslon;
(12) menjadi anggota atau pengurus parpol;
(13) mengerahkan PNS ikut kampanye;
(14) pendekatan ke Parpol terkait pencalonan dirinya dan orang lain; (15) menjadi pembicara dalam acara Parpol;
(16) foto bersama paslon dengan simbol tangan atau gerakan sebagai bentuk keberpihakan.

Sanksi pelanggaran ASN yang terbukti melakukan pelanggaran netralitas akan dijatuhi sanksi sebagaimana bunyi undang-undang. Aparatur sipil negara yang melanggar prinsip netralitas dinilai melanggar UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN dan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik PNS.

Jenis sanksi bagi ASN yang melanggar netralitas diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS. Sanksinya dibagi menjadi dua tingkatan, yakni hukuman disiplin sedang dan hukuman disiplin berat dengan rincian sebagai berikut, Hukuman disiplin sedang:
(1) Penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 tahun;
(2) Penundaan kenaikan pangkat selama 1tahun;
(3) Penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1 tahun.

Hukuman disiplin berat:
(1) Penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3 tahun;
(2) Pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih rendah;
(3) Pembebasan dari jabatan;
(4) Pemberhentian dengan hormat tidakatas permintaan sendiri sebagai PNS. (RED)

banner 1800x928

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *